Selasa, 02 April 2013

Kegemukan Bisa Mengakibatkan Gagal Jantung



Obesitas atau kegemukan ternyata tidak hanya mencederai estetika bentuk tubuh, tapi juga mengganggu fungsi organ tubuh. Adalah organ tubuh yang berpotensi mengalami kerusakan akibat obesitas adalah jantung. 

Masih ingat kasus kematian salah satu aktor komedi Ngelenong Nyok yang kondang dengan sebutan “Big Dicky”, 30. Aktor bertubuh tambun itu meninggal setelah sebelumnya sempat beberapa hari mendapatkan perawatan di RS MMC, Kuningan, Jakarta Pusat.
“Big Dicky” yang menderita obesitas itu dikabarkan meninggal akibat gagal jantung. Pria bernama asli Agung Firmansyah ini sudah sejak lama mengalami penyempitan pembuluh darah di sekitar jantung dan parunya.

Sebenarnya tidak hanya “Big Dicky” yang mengalami gagal jantung akibat Obesitas. Sudah banyak penderita obesitas lainnnya yang juga mengalami gagal ginjal. Pengaruh apa sebenarnya  obesitas terhadap munculnya penyakit jantung, sehingga obesitas sering disebut sebagai penyebab utama penyakit jantung koroner dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
dr. Adnil Basha, SpJ salah satu dokter spesialis jantung di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita  menerangkan penderita obesitas sangat berpotensi mengidap penyakit jantung karena tingginya beban kerja pada jantung mereka. Tubuh seseorang yang masuk kelompok obesitas, jantung harus bekerja lebih keras memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh.
“Jika kemampuan kerja jantung sudah terlampaui, bisa terjadi yang disebut gagal jantung,” kata dr. Adnil kepada Media Indonesia seusai jumpa pers memperingati hari ulang tahun ke-50 Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Sabtu (17/11) di Jakarta.
Kerja jantung, lanjut dr. Adnil, kian diperberat karena penderita obesitas umumnya juga mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi). Munculnya tekanan darah tinggi itu disebabkan adanya penyempitan pembuluh darah akibat timbunan lemak.

“Kerja jantung semakin berat karena obesitas dan hipertensi ini. Akibatnya, bisa timbul penebalan pada dinding bilik jantung yang disertai dengan kekurangan oksigen. Keadaan inilah yang akan pula mempercepat terjadinya gagal jantung,” imbuhnya.

Selain mengalami penebalan dinding bilik jantung, Adnil menjelaskan, biasanya penderita obesitas juga mengalami pembengkakan jantung atau jantung membesar. Hal itu, menurutnya, disebabkan volume cairan darah yang dimiliki oleh penderita kegemukan lebih banyak.
Sebenarnya obesitas sendiri, menurut Adnil, dibedakan atas dua tipe, yakni obesitas yang merupakan bawaan sejak lahir dan yang baru diderita setelah orang dewasa.
“Biasanya, penyakit jantung itu hinggap pada penderita obesitas yang baru mengalami masalah kegemukan setelah dewasa, bukan yang sejak lahir. Karena pada penderita obesitas setelah dewasa, jantungnya belum beradaptasi dengan tubuh yang besar,” jelas dr. Adnil.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, lanjutnya, sekitar 50%-60% penderita obesitas mengalami masalah pada jantungnya. Tapi, menurut dia, permasalahan lanjutan dari obesitas itu masih sangat tergantung pada pola hidup yang dikembangkan oleh penderita.
Hal yang pertama kali dilakukan dalam penanganan penderita jantung karena faktor risiko obesitas adalah merubah pola hidup serta makan mereka. Sehingga hasil yang diharapkan adalah berat badan ideal, penurunan kolesterol dan darah lebih lancar.

“Penurunan berat badan hingga 10% bisa menurunkan kemungkinan penyakit jantung. Karena itu dalam penanganan pasien jantung yang mengalami obesitas, mesti dilibatkan juga ahli gizi,” kata dokter yang juga menjabat sebagai Kepala UPF Kardiologi Preventif dan Rehabilitatif RS Harapan Kita itu.

Lebih lanjut, dr. Adnil menegaskan dalam proses penurunan berat badan pada penderita obesitas, ia tidak menyarankan penggunaan obat pelangsing secara bebas. Sebab, kata dia, obat pelangsing juga berpotensi menimbulkan gangguan jantung.
Ihwal tindakan operasi pada pasien jantung yang menderita obesitas, Adnil menuturkan, risikonya jauh lebih tinggi ketimbang pasien tanpa obesitas. Sebab, kata Adnil, mesti dicermati betul tekanan darah pasien, komposisi darah, serta fungsi ginjal, paru-paru, dan juga jantung.
Khusus untuk laki-laki, Adnil memberi gambaran bahwa obesitas dapat diukur dari lingkar pinggang. Lelaki dengan sentral obesitas di bagian perut, menurut dia, cenderung menderita penyakit jantung koroner. “Sedangkan untuk wanita, ukuran seseorang menderita obesitas atau tidak dapat diukur pada lingkar pinggulnya. Tapi wanita memiliki hormon pelindung dari serangan jantung yang bekerja selama dirinya masih datang bulan,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar